ads

Jumat, 23 Januari 2009

Membangunkan Saat Ujian; Antara Tega dan Kasihan

Sudah menjadi kebiasaan umum mahasiswa menghabiskan waktu malamnya untuk begadang. Ketidakteraturan pola hidup yang sering diidap oleh sebagian mahasiswa itu, tanpa disadari kadang menjadi teratur. Artinya ia telah teratur dengan ketidakteraturannya.
Tapi tak semua mahasiswa suka begadang melewati waktunya dengan kegiatan tanpa arti. Tak sedikit yang memanfaatkan kebiasaannya itu untuk membaca buku atau berdiskusi dengan kawan. Suasana malam yang tenang dan mudah memunculkan inspirasi, menggoda para pecandu malam itu untuk terus terjaga.
Di sisi lain ada dampak negatif dari begadang. Salah-satunya bangun kesiangan. Itu akan menjadi momok menakutkan manakala pagi harinya kita dihadapkan dengan jam perkuliahan. Terlebih jika saat itu adalah momen sacral pengunduhan nilai seperti UAS dan sebagainya.
Kita kerap dihadapkan pada pada dua pilihan sulit menjelang pukul 03.30-05/06.00, manakala tak bisa tidur. Karena pada jam-jam tersebut biasanya kantuk mulai memeluk. Tubuh pun terasa lemas dan kurang bergairah dalam beraktivitas. Ini karena proses metabolisme tubuh tak stabil. Tidur satu-satunya solusi tepat menyelesaikan masalah ini. Mungkin bagi yang takut meninggalkan bangku kuliah, ia akan memaksakan diri berangkat ke kampus walau nantinya tidur di kelas. Tapi jika saat itu adalah masa UAS, mau tak mau kita harus istirahat walau sebentar. Sebab, kerja keras belajar semalaman kita akan sia-sia manakala kita diganggu kantuk saat menjawab soal-soal.
Berbagai upaya meminta bantuan kepada teman, pacar, alarm, waker dan semacamnya dilakukan saat tak tahan mendera kantuk. Tapi dari semua bala bantuan di atas, tak semua bisa diharapkan. Alarm, waker biasanya tak kuat memecah telinga kita. Pacar pun tak leluasa membangunkan kita datang ke kosan. Alhasil, hanya teman yang rajin bangun pagi, yang bisa diandalkan. Namun teman juga kadang tak tegaan untuk melakukan segala cara agar kita bangun. Apalagi kalau kita terlihat lemas capai dan sebagainya. Padahal bila ditimbang lebih jauh, harusnya lebih kasian kalau kita tak ikut ujian.
Oleh karena itu, kempleng, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat punya cara sendiri untuk teman yang menyewa bantuannya membangunkan kala pagi. Tahap pertama, ia akan memutar musik sekeras mugkin. Kedua, ia akan melakukan kegiatan beres-beres kamar agar sang tertidur bangun. Kalau masih belum berhasil, Kempleng akan menggoyang-goyang tubuh temannya itu. Kemudian ia coba angkat dan berdirikan. Tahap terakhir jika belum berhasil, ia akan mengguyur teman tersebut. “Biarin mau marah atau apa, daripada nanti pas bangun malah menyesal dan menyalahkan sekitar,” kata Kempleng. Dan salah-seorang yang pernah menjadi korban guyuran maut Kempleng adalah Pandi, mahasiswa Psikologi semester akhir. “Kempleng tu kalau bangunin orang bener-bener. Gue yang pernah jadi korbannya diguyur. Tahu sendiri kan, gue kalau tidur kaya kebo,” ungkap Pandi saat ditemui di Pujasera Centra 36 beberapa hari lalu.[MS Wibowo]

Rabu, 21 Januari 2009

Rebutan Posisi Warnai Ujian Semester UIN Jakarta

UIN Jakarta, Lekompres- Dua minggu terahir ini, seluruh mahasiswa reguler UIN Jakarta resmi melaksanakan ujian akhir semester gasal (UAS). Meski tak benar-benar serempak, tapi 5-17 Januari 2009 memang telah diputuskan pihak birokrasi sebagai waktu pelaksanaan UAS.
Selama mengerjakan soal-soal UAS, banyak ragam cara dan budaya mahasiswa yang berbeda-beda dalam merampungkannya. Hal itu tentu tak sama antara kelas yang satu dengan yang lain, antara jurusan atau fakultas satu dengan lainnya. Dari situ pula,akan tampak karakter masing-masing mahasiwa baik secara individu maupun kolektif kelas atau jurusan. Umumnya terjadi mahasiswa saling atur posisi duduk sebelum ujian, karena mereka yakin, posisi menentukan prestasi.
Sebagai misal pengakuan Titin Safitri, mahasiswa semester VII Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta. Ketika musim UAS tiba, tutur Titin, teman-teman di kelasnya biasanya selalu mengatur dan mengklaim bangku yang akan ditempatinya. Mereka berkompromi dengan beberapa teman dan menset duduk mereka dan memilihkan tempat duduk kepada mahasiswa yang dinilai menguasai mata kuliah tersebut. Tempat duduk yang telah dipilih dijaga hingga menjelang ujian dimulai supaya tak ditempati orang yang tak dikehendaki. "Sebel nggak sih, gue setiap kali ujian pasti nyisain tempat buat teman gue. Tujuannya bukan buat nyontek, tapi biar dia dapat tempat sebelum diklaim teman lain. Tapi kemarin giliran gue telat, dia nggak nyiapin tempat buat gue, akhirnya gue duduk di depan. Pas banget depan dosen. Nggak nyaman banget kan?" curhat Titin atas pengalaman buruknya. Titin juga menuturkan, ada seorang teman yang sebelum-sebelumnya sangat sinis padanya, berubah baik mendadak hanya saat UAS mata kuliah yang Titin kuasai.
Sedikit berbeda dengan yang terjadi di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (PBI FITK). Budaya mengatur posisi terdapat pula di sini. Bedanya, mereka tak mendekati mahasiswa yang mereka nilai pintar. Justru mereka berkompromi dan membentuk kelompok duduk dengan mahasiswa yang penguasaan mata kuliahnya biasa saja, namun cekatan dalam mencari bahan contekan dari catatan-catatan kecil rahasia. "Kalau pas UAS, saya malah malas duduk dengan mahasiswa yang pintar. Sebeb umumnya mereka pelit untuk dimintai bantuan jawabannya. Saya dan beberapa teman biasanya mendekat dengan teman yang jago nyelipin catatan-catatan kecil di berbagai tempat seperti sobekan kertas," ungkap Lisa, mahasiswa semester V PBI.
Lain halnya dengan Dodoy, mahasiswa Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum (PS FSH). Di kelasnya penguasaan matakuliahnya memang biasa saja. Sehingga setiap UAS, tak ada mahasiswa yang mengerubutinya untuk minta contekan. Tapi dia juga tak berusaha mengatur atau mencari tempat duduk dekat dengan mahasiswa yang pintar. Karena itu, ia hanya bisa pasrah dengan hasil IP yang akan didapatnya. "Biasanya anak-anak selalu mencari bangku dekat dengan anak yang pinter. Tapi kalau saya sih masa bodoh. Sering malah dapat tempat duduk pas di depan dosen. Ya tapi saya yaqin, nilai saya tak jelek-jelek amat. Karena walau nggak pintar, saya nggak bodoh-bodoh amat. Momok matakuliah saya cuma matematika ekonomi. Kemarin (5/1) saya sudah pasrah mengerjakan ujian matematika. Karena memang nggak bisa, jadi di kertas ujian paling bawah saya tulis 'pak tolong saya dilulusin. saya dah smster VII. dapat C juga tak apa apa pak," ungkap Dodoy.
Tapi, lanjut Dodoy, pada matakuliah lain, biasanya saya keluar paling dulu. Meskipun tak yakin jawaban saya benar, tak apa. Karena tujuannya bukan itu, melainkan mengganggu konsentrasi peserta UAS lainnya supaya segera keluar juga. Kalau sudah panik, kemungkinan besar kerja mereka tak terlalu beres. "Jadi biar banyak teman yang nilainya jelek, kalau nilai saya jelek," tutur Dodoy sambil tersenyum saat ditemui di rumah kostnya di bilangan Semanggi II Cempaka Putih Ciputat.[MS Wibowo]